Rabu, 31 Juli 2013

Kita

*Kita pernah berbicara tentang
ketiadaan, tentang sepi yang
merambat bersama jeda tepat pukul sebelas malam. Mengeja aliran kata tanpa muara. Lantas terputus oleh kesimpulan tanpa simpul.

*Kita pernah berbicara tentang
keheningan, tentang embun yang
menari di kaki pagi. Mencoba
bercermin pada kenangan. Dan
berakhir pada biru yang menjadikan kita kelabu.

*Kita juga pernah berbicara tentang perasaan, tentang mimpi yang terpanggang sengat matahari.
Berpeluh. Berkilat di punggung
waktu. Mengeja makna tanpa suara.

Diam, menyesap apa yang bisa kita
sesap. Menghirup apa yang mampu kita hirup.

Namun, ada satu yang belum kita
bicarakan. Kita.

Sumsel 310713

Indra

Kamis, 25 Juli 2013

Perihal Ketiadaan

Tempuhlah kebisuan yang mendekam dibalik detak jam pada pukul sebelas malam. Jarumnya akan membawamu
pada ingatan-ingatan yang terus saja membuat matamu seperti langit bulan Juni, basah. Teruslah saja meratap pada dinding kamar yang bisu dan dingin. Seolah kau adalah makhluk sepi kehilangan segala. Karena kau buta bahkan untuk melihat siapa saja yang setia berdiri dibelakangmu. Kau membaca, perlahan dan syahdu tentang tulisan-tulisan bernama kenang. Kau sadar bahwa yang kau lakukan itu serupa mengiris bawang yang membuat matamu perih kemudian berair. Kau bahkan tak tahu bukan apa yang membuatmu menyesal. Kepedulian yang begitu kau yakini
lantas jadi tali temali saling
mengikat dan menyakiti. Atau
kekecewaan yang begitu dalam
seperti menabur garam pada luka.
Ah, akui saja mentalmu tak cukup
kuat untuk menanggung sebuah
kehilangan. Sadar saja bahwa saat ini yang memelukmu adalah ketiadaan nyata. Tak ada sesiapa. Maka balaslah pelukannya, rengkuh dirimu sendiri. Kau tahu, yang perlu kau lakukan adalah diam sejenak, menikmati sejuk hujan malam hari dari balik jendela, membuka semua
mata dan memberi senyum kepada kenangan.

Smg, 250713

Selasa, 23 Juli 2013

Ketika Ada Yang Menjauh

Ketika kita merasa ada orang yang
sedang menghindari kita, maka boleh jadi cara mengatasinya adalah menunggu sejenak hingga suasana lebih nyaman. Bukan justeru langsung melakukan konfrontasi dan konfirmasi besar-besaran.

Tenang saja, salah paham akan
terselesaikan dengan baik; kekeliruan bisa diperbaiki; kekecewaan bisa diobati. Sepanjang mau bersabar
sejenak dan selalu tulus.

*Tere Lije

Perihal Peduli


"Kau tak akan menyadari ada seseorang atau bahkan beberapa orang yang peduli kepadamu jika matamu hanya tertuju pada seseorang lain yang kau anggap tak memperdulikanmu."

Juli '03

*Untuk sodaraku Faid. Sekali lagi kuterselamatkan. Terima kasih.

Jumat, 12 Juli 2013

Pagi

sudah pagi, kawan
apa kau tak ingin menyapa
apa malam itu masih berjeda
atau kau sekedar lupa

di tempatmu pagi juga kan
daun jendela ini kosong
tak ada yang melekat
dari sisa-sisa kediaman malam itu

kawan, haruskah kubangunkan
apa matahari tak cukup silau
atau mata-mata kita terpejam
oleh sebab percakapan kelam

ah, mungkin saja kita lupa
bagaimana cara memberi sapa

Semarang, 12 Juli 2013

Sajak Perjalanan Diantara Peron Dan Bangku Tunggu




Perjalanan ini bukan sajak tiba-tiba dari sebuah hidup. Ini adalah tumpukan kenang yang selalu kutitipkan pada tiap-tiap gerbong kereta.

Kita bertemu di Tawang, ketika gambang Semarang mulai mengalun. Lalu peluit-peluit itu mendesing dan keretamu datang dari Barat.

Waktu menjadi penghubung hati kita. Diantara keroncong penyambut kedatangan dan bangku-bangku tunggu yang sekarang tak lagi muda. 

Kau duduk disampingku bertanya perihal waktu, lalu kotaku, perjalananmu, hingga buku dipangkuanku. Ada yang menggelitik perut ketika kutemukan semua keramahan yang terselip diantara senyummu, lalu membuatku malu dan tertunduk sesekali waktu.

Sajak perjalanan ini bukan kali pertama tercipta. Ini adalah sebuah harapan yang selalu saja kutinggalkan pada peron-peron stasiun yang makin menua. Lalu kau datang dengan semua doa pada tiap malamku. Lelaki dari arah jalur Banyubiru yang tak lagi berfungsi sejak beberapa hari yang lalu. 

Aku dan kamu lalu berkolaborasi menulis cerita hidup. Beberapa purnama terlalui dan kini aku menuju kotamu. 

Aku memilih kereta daripada mencium knalpot kendaraan kota. Parmeks melaju membelah entah apa yang dilewatinya, hutan, pinggiran jalan, persawahan, dan semua kisah orang.

Stasiun Tugu, bangku tunggu dan sebuah cerita.

Kereta datang lebih cepat dari berita keterlambatanmu menjemputku. Dan diantara jedanya ada seorang laki-laki disebelahku bersedia mengisinya.

Dia tak cukup tinggi darimu, parasnya campuran antara keteguhan mahasiswa muda dan kelembutan wanita.

Penantian di sebuah stasiun. Ah, aku ingat diriku sendiri. Mungkinkah kisahnya berawal berawal dari peron tua dan bangku tunggu juga. Entah.

Waktu berjalan lambat dan dia adalah kereta ekspres. Kau akan menemukan percakapan yang menggebu dari lelaki muda ini. Aku mengulas senyum diantara kenang yang ia kisahkan.

Kawan lama. Saudara. Atau semacam adik.Semua rasa nyaman menyeruak diantara kaki-kaki tertahan oleh kata tunggu dari kekasih. Dia sama sepertiku. Sedang menunggu.

Lalu senja mulai menyembul dari balik rel-rel yang melengkung, jalan bagi seribu kisah penumpang kereta. Kau menegurku, dengan terengah dan meminta maaf. 

Detik berikutnya aku menyerahkan gulungan hijau kepada pemuda itu.

"Undangan pernikahan kami. Datanglah bersama kekasihmu."



Semarang, 28 Januari 2013

Kamis, 11 Juli 2013

Sajak Perjalanan Yang Tak Pernah Tinggal

Pagi merambat diantara
lengkung rel kereta
dan kantor pos tua

Aku duduk dibangku tunggu
berbaju ungu
dan sebuah buku dipangku

Entah berapa lama
enam terlewat

Yang kutahu
tak ada sajak ditinggal
oleh bahu-bahu
penumpang kereta



Semarang, 12 Juli 2013

Sejak Kapan

"Sejak kapan jadi seperti ini
Namamu jadi sesuatu yang menyakitkan.
Ndra."

Sederhanakan Saja

Mengapa tak kita sederhanakan saja semua ini. Apakah kita akan mengamini bersama bahwa perpisahan adalah cara terbaik untuk tak saling menyakiti.

Aku rindu masa ketika sapa terasa biasa. Ketika obrolan tak ada yang istimewa. Tapi kita begitu menikmatinya.

Sempat aku berfikir, seandainya tak ada peduli. Tidak akan ada yang seperti ini. Ah, memang seperti penyakit yang tak bisa sembuh. Aku tak bisa tidak peduli pada orang yang kusayangi. Apa itu salah.

Lalu pada akhirnya aku tahu. Aku takut kehilanganmu. Sungguh. Ternyata rasa peduliku tak sekuat rasa takut kehilangan.

Kita harus melerai hal seperti apa. Kuharap kita bisa menyederhanakan saja.

Smg, 10 Juli 2013