Minggu, 23 Februari 2014

Malam Hitam (Catatan Untuk Indra)

Entah sejak kapan semua terlanjur terikat dan mengikat. Sekarang ini aku sadar semuanya salah sejak awal. Aku yang salah. Aku membatasinya, aku egois, dia hidup dihadapanku sesuai dengan harapanku. Dia berjalan dihadapanku tetap tegak, lurus, meskipun sebenarnya ada kerikil-kerikil di sela jari kakinya.

Saat ini, sejak malam tadi. Aku tak bisa berkata apa-apa. Entah mengapa. Semua begitu berat. Kecewa, sedih, menyesak, Dan rasa yang paling besar adalah GAGAL. Gagal menjadi orang yang dia percaya. Aku menganggap diriku paling dekat dengannya, tapi kenyataanya aku paling buta akannya. Aku yang membuat mataku buta sendiri.

Aku merasa, sejak awal dia bersikap menahan diri dihadapanku perihal "itu", mungkin tanpa sadar aku yang membuatnya seperti itu. Dengan ketidaksukaanku jika mendengar tentang itu, dengan kesedihanku tiap kali dia berbicara tentang itu. Mungkin hal-hal itu yang membuatnya selama ini tak bicara perihal itu padaku.

Aku salah. Aku gagal.

Tapi memang tak bisa kupungkiri rasa sayangku itu memang nyata, aku ingin dia baik-baik saja. Bilang saja apa yang terjadi, aku akan berusaha mengerti.

Apa dia takut untuk tak menerima keadaannya? Sedangkan aku, dia yang paling tahu aku bisa menerima keadaan seperti itu. Ah memang dia terlalu baik. Tak ingin membuatku sedih, sehingga dia menahan dirinya. Dan itu bagai bumerang buatku.

Aku tak bisa berhenti memikirkannya, entah apa yang terjadi padanya bagian ini atau itu. Perasaanku kelam campur dihati. Aku kecewa pada diriku sendiri.

Aku seperti mentok. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku merasa tak berdaya. Kesedihan dalam yang kualami pun tak akan bisa merubah dia. Karena sejak awal dia juga berjalan sendiri, tak ingin aku atau siapapun memapahnya.

Sebelum subuh tadi. Sungguh aku tak tahan. Aku pasrah. Sudah Ndra, aku serahkan kamu ke Allah Ndra. Aku sudah tak sanggup lagi. Aku seperti gelas yang diisi banyak air. Sebegitu sayang dan pedulinya aku tetap tak bisa membuat perubahan apa-apa sama kamu. Untuk itu, aku pasrahkan semua ini ke Allah. Aku berdoa, selalu berdoa untukmu supaya Allah menjagamu. Menjagamu dari semua.

Mungkin benar katamu, aku harus berusaha belajar melepasmu. Aku melepasmu bukan karena tak sayang lagi, tapi aku sudah cukup, dan tak ingin memasuki hidupmu lagi.

Aku sadar, pernikahanku semakin dekat Ndra, dan aku harus bersikap dewasa dan semestinya. Maka Ndra, aku tak bisa juga mengabaikan calonku atau hidupku. Hiduplah Ndra. Hiduplah. Dan tetap Ndra, semoga Allah mempertemukan kita. Aamiin.

Maaf dan terima kasih Ndra.


Dari yang menyayangi selalu. Mbak Olip.


Semarang, 24-Februari-2014