Kamis, 22 Agustus 2013

Jawaban Yang Kuamini


"Kita adalah orang asing yang
bertemu, lalu kembali asing."

Semarang, 22 Agustus 2013

Ndra, lusa kemarin kau memberikan jawaban dan kuamini.

Dan Yang Tersembunyi Itu Adalah Kenangan

akan kuceritakan apa yang mampu
kurasakan
perihal apa yang selama ini
tersembunyi dalam lemari
di saku baju bahkan di laci-laci
berdebu
kerapkali aku menulis sebaris puisi, hasil hati
lalu ku lempar dalam lemari, terlipat
dalam saku
atau tersimpan rapi dilaci
aku akan mengambil satu, untukmu
yang kini sedang kurasa, kenangan
ah, padahal kata itu ada dalam
semua yang tersembunyi
ingat
kita dulu adalah orang asing
aku membagimu selembar kertas
dan kita menulis tak hanya sebaris,
tapi berlembar
puisi yang tersimpan, terlempar dan terlipat
sekarang kita akan kembali seperti
dulu
asing
dan tiap yang tersembunyi itu masih saja
bernama kenangan

Semarang, 22 Agustus 2013

Selasa, 20 Agustus 2013

No Tittle (Puisi Balasan)

Sadarkah kau, kau sedang
membunuhku. Dengan ketidak
tauanmu yang berubah menjadi
keegoisan.
Tapi biarlah, aku juga tak akan
berusaha memelukmu. Karena aku
tak ingin kau merasakan sesak yang
kurasakan. Meskipun aku tetap
membantumu melesakkan belati itu,
agar kamu tak merasa bersalah telah
menikamku.

Indra

Sumsel, 21 Agustus 2013

Aku Mati Bahkan Sebelum Pagi

Aku tidur. Menghabiskan seluruh
hari dipenghujung senja lalu
meminum teh hangat sebelum
tertidur. Tengah malam ia datang
dengan membawa belati mengusik
mimpi. Sungguh dia baik sekali
mendatangiku akhirnya, meski dalam mimpi. Maka kutuntaskan rinduku, sayangku. Aku senyum, kupukul dia lalu kupeluknya. Yah, itulah caraku melepas rindu. Dia sendu membalas senyumku, diam menerima pukulanku dan membalas pelukanku. Ah, aku
tak sadar ada rasa geli didada hingga terpusat diperut. Kutundukkan kepala, ada belati tertancap diperutku. Aneh, sakit itu bukan ditempat terbukanya kulit. Tapi didada. Darah begitu banyak keluar, dia memelukku erat dengan tangan berlumuran darah. Tak berkata. Aku menikmati rasa sakit itu, meresapi
pelukannya dan seolah membagi rasa sayang yang besar padanya. Hingga aku tahu, aku tak bisa membuka mata lagi. Aku mati dalam mimpi, bahkan sebelum pagi.

Semarang, 20 Agustus 2013

#Terimakasih kepada alam bawah
sadarku yang menghadirkan dia
dalam mimpi.

Sahabat

Ada banyak sekali kesenangan datang dari sekadar berbicara sebentar dengan sahabat baik.

Yang bisa mengguyur suasana hati
muram dan sebal.

Ada banyak sekali obat kebahagiaan dari hanya bertemu sejenak dengan sahabat baik.

Yang bisa melepaskan sejenak penat dan pikiran.

Sahabat baik adalah sahabat baik.

Dia selalu spesial dan boleh jadi
tidak tergantikan oleh jenis
hubungan lain.

*Tere Lije

#Padahal yang saat ini kuinginkan adalah sekedar sapamu yang akan menghilangkan muram hari-hariku. Ndra.

Semarang, 20 Agustus 2013

Rabu, 14 Agustus 2013

Baca Ini Ndra

Kau tahu apa yang paling kuinginkan saat ini? Bertemu denganmu. Kita bertatap muka, berhadapan. Lalu kau mulai menjelaskan semua sikapmu selama ini. Mengapa kau jadi seperti ini. Aku salah? Katakan. Atau kau menahan diri. Merasa tak pantas, lalu menjauh dariku? Sungguh sikapmu itu tak membuatku simpatik. Bahkan sebaliknya, jika kau bermaksud melakukan semua ini agar aku tak bergantung padamu, maka kau salah besar. Kau malah menaburkan garam pada kenangan. Kau membuatku tetap mengingatmu.

Aku kesal. Sakit hati. Kau berlaku seperti ini tanpa menjelaskan apapun. Yang bisa kutangkap adalah kau merasa tak pantas, tak pantas, tak pantas. Kau bilang merasa bersalah dan semacamnya. Tapi aku bahkan tak ada satupun yang membuatnu merasa tak pantas. Hah..

Aku harus bagaimana Ndra. :'(

Semarang, 14072013

Diam

Sepertinya aku belum puas
mengabarkan kepadamu perihal
alam. Dan kali ini biar kuberitahu
bahwa lepas Lebaran ini kekeringan melanda seluruh negeri. Seperti wabah yang menyerang keluargaku dan teman-temanku. Lalu aku berfikir
apakah kediaman dan keacuhan
adalah gejala yang kau tunjukkan
padaku.

Aku kesal Ndra, sungguh.

Semarang, 14 Agustus 2013

Minggu, 11 Agustus 2013

Juniku (Puisi Balasan)

Juni di sini juga sama, setia
mendatangkan hujan. Hanya saja,
airnya tak sampai membuat aku
basah. Meski dinginya tak pernah
alpa berbaring, di tubuh ini.

Dan seandainya aku bisa memilih,
aku lebih memilih dibanjiri kata-kata yang dulu pernah memenuhi semua pojok kamar daripada harus merasakan sendiri di tengah
keramaian. Bukankah itu kesepian
paling sepi? Tidak hanya sepanjang
bulan, melainkan sepanjang taksiran panjang itu sendiri.

11 Agustus 2013

Indra

Dua Hal Yang Kubenci

Ndra, kuberitahu. Setahun terakhir
ini ada dua hal yang aku benci, Juni
dan hujan. Juni mendatangkan hujan yang membasahi mana saja. Di pojokan kamar, rak buku,
dihandphone bahkan dimataku. Juni membawa hujan yang airnya begitu merah, penuh garam dan
menyakitkan. Tempat paling basah
adalah rak dimana kalam-kalam
Tuhan berada.

Ndra, kau tahu. Seharusnya selepas Juni aku bisa bernafas lega. Hujan tak sesering ditumpahkan ketika dia ada. Tapi nyatanya. Juni sungguh deras, curahan airnya membuat banjir lalu mengalirkan kata-kata yang dulu pernah memenuhi semua
pojok kamar. Menghanyutkan tawa
dan semua hal sederhana. Arusnya
begitu deras hingga ruang-ruang ini begitu kosong.

Sekarang kau tahu kan betapa aku
membenci dua hal itu. Juni dan
hujan. Karena Juni sempurna
menanamkan semua hal yang
mencipta benih-benih sepi,
sepanjang bulan.

Semarang, 11 Agustus 2013

Sabtu, 10 Agustus 2013

Setengah Lusin Perihal Kehilangan

"Bahkan kita tak bisa menang
melawan kenangan itu sendiri."

1. Mintarno

Sesak itu datang saat mengalirnya
tahun-tahun kehilangan. Sesak itu
terasa pada wanita yang menjadi
kurus, pada baju yang biasanya
tersampir digantungan belakang
kamar, saat urusan tetek bengek
sekolah yang kuurus sendiri, milikku dan adik-adikku.
Udara seketika seakan kurang
kuhirup ketika dijalanan, dikerjaan, ditivi, atau dimanapun lelaki paruh baya berkumis berubah jadi sosoknya. Bapakku.

2. RD

Ini yang sebenarnya, bahwa aku tak ingin kehilangan ikatan meski saling sakit menyakiti. Dan waktu terhenti. Seperti jeda jika kau sedang menunggu dokter memanggil namamu ketika antri untuk diperiksa. Lalu aku belajar melepaskan seperti menghembuskan nafas ketika lama kau hirup dan kau tahan. Lega. Satu yang pasti. Selama maut belum menjemput maka kesempatan itu akan datang. Dan kehilangan tak lagi jadi menyakitkan, karena yang kutahu
dia tak pernah pergi.

3. Bulan Islam

Pernah merasakan semua kepedulian jadi bumerang yang mencekik leher sendiri. Lalu meski tak ada malam-malam dalam isakan namun pelan
sesuatu mulai menusuk dipikiran.
Sesuatu yang boleh kau bayangkan
seperti ketika penjual es menusuk
paku pada balok-balok es ditermosnya. Hm, agak berlebihan. Oke. Lupakan. Sakit. Itu saja. Dan kembali, waktu berbaik hati menyembuhkan segala luka. Hingga saat kami bertemu kembali. Kepala-kepala kami.

4. Remaja Lelaki Dengan Beribu Pikir

Awalnya sederhana. Kami bertemu
dengan biasa. Berbahasa sederhana. Sesederhana percakapan sehari-hari yang tak perlu penjabaran penting. Berbicara sesekali perihal betapa
sulitnya Matematika, tentang bos
ditempat kerja yang tak
berkeprikaryawanan. Bahkan kami
pernah berbincang tentang kecoak.
Entah. Kali ini aku tak tahu apa yang membuat bisu. Aku merasa ada yang menghisap semua katanya. Lalu gagu membuat sederhana itu hilang. Setiap hal kini tak lagi sederhana. Begitu istimewa. Hingga satu balasan
kata darinya pun rasanya membuat bahagia. Luar biasa bukan. Diam, jeda dan jarak berhasil menjauhkan dan membuat rumit. Hal-hal yang biasa menguap entah kemana. Tak ada lagi hal sederhana. Sungguh mengesalkan. Aku, hingga sekarang masih tak bisa
membaca semua tulisan serupa sandi yang ia kirim. Ah padahal jika ini perihal dia membuatku salah menjabarkan buku yang dia beri, aku tak mempermasalahkannya. Aku suka
semua buku. Terlebih darinya. Hm, tapi entahlah. Dia tak pernah bicara. Semuanya jadi tak lagi biasa. Tak lagi sederhana. Maka bolehkah aku berharap waktu akan mengembalikan semua kesederhanaan kami, sebelum
waktuku habis. Atau waktunya.

5. Pertalian Yang Tak Kembali

Dia teman wanita. Aku pernah
menangis, atau katakanlah bahasa
sekarang galau-meski sebenarnya aku tak ingin memakainya- tentang dia. Hal yang masih kuingat adalah sifat dan sikapnya yang keras tegas namun baik hati. Tapi hal yang menjadikan dia masuk daftar ini adalah pertanyaannya disuatu siang
yang membuatku sungguh tak
mengerti harus menjawab apa, "Kamu itu polos? tulus? apa pura-pura bodoh sih?".
Pernah kau merasa sikapmu
diragukan bahkan dianggap
negative ? Entah pertanyaan itu
membuatku lebih mudah
melepaskan. Aku tak suka jika
dibohongi dan diragukan.
Meski waktu kembali barbaik hati
menyembuhkan dan membuat kami bertemu kembali. Tapi tak ada keinginan kembali seperti dulu. Biarlah seperti ini

6. Mira Agustiani

Dia melebihi peran orangtua bagiku. Senter seluruh anggota keluarga. Darinya segala kebaikan lestari dalam keluarga. Kehilangannya adalah kesedihan dalam bagi tiap-tiap hati
kami. Malam panjang dengan isakan meski terpejam. Siang yang tak gelap dan tak berkecukupan udara. Hari-hari penuh dengan usaha penyembuhan.
Kematian itu akhir. Aku setuju dalam hal ini karena kau tak akan bisa melakukan apapun ketika kematian sudah menjemput.
Namun dalam kepergiannya pun aku tetap belajar dari anak-anaknya. Dan mungkin saja mental kehilanganku tak kuat semenjak kehilangan dia.
Dia adalah kakakku.

Semarang, 10 Agustus 2013